Senin, 21 Mei 2018

Psikologi Pendidikan (Inteligensi dan Kreativitas)

INTELIGENSI DAN KREATIVITAS


Untuk Memenuhi Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

OLEH

KELOMPOK 3

          1. NURUL AULIA FITRA 1730306023
               2. RAUDHATUL FHADILLA 1730306026
 3. RINDU ALDINA 1730306028
    4. SOFHIA MARJENI 1730306030
5. TUTI MARLENI 1730306034






DOSEN PEMBIMBING :
Dra. DESMITA, M. Si
DANI YOSELISA, M. Si., Psikolog



JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS USULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR
TAHUN 2018




DAFTAR ISI 



DAFTAR  ISI………………………………………………………………………...i
A. Inteligensi
1. Definisi Inteligensi…………………………………………………..……...............1
2. Factor yang Mempengaruhi Inteligensi…………………………………...................3
3. Bentuk-bentuk Inteligensi………………………………………………..................4
4. Pengukuran Inteligensi………………………………………………...............…....5
5. Upaya Peningkatan Kecerdasan……………………………………..............……..6
B. Kreativitas
1. Pengertian Kreatifitas………………………………………………….....................7
2. Factor-faktor yang Mempengaruhi Kreatifitas………………………….....................8
3. Tipe Kreatifitas………………………………………………………................….10
4. Mengembangkan Sikap Kreatifitas……………………………………....................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................ii

BAB I
PEMBAHASAN

A. INTELIGENSI
1. Defenisi Inteligensi
Istilah inteligensi berasal dari kata Latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to organize, to relate, to bind together) (Walgito, 1997 dalam Khodijah 2014). Inteligensi sering diartikan dengan kecerdasan. Istilah “cerdas” sendiri sudah lazim dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bila seseorang tahu banyak hal, mampu belajar cepat, serta berulang kali dapat memilih tindakan yang efektif dalam situasi yang rumit, maka disimpulkan bahwa ia orang yang cerdas. Meski fenomena yang dipelajari sama, namun para psikolog yang mempelajari inteligensi memberikan pengertian yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa definisi tentang inteligensi yang dikemukakan oleh para ahli:
a. William Stern, menyatakan bahwa inteligensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. Orang yang inteligensinya tinggi akan lebih cepat dan lebih tepat di dalam menghadapi masalah-masalah baru dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
b. Edward L. Thorndike mengatakan bahwa intelligenceis demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truth or fact, artinya inteligensi ditunjukkan dengan kemampuan individual untuk memberikan respons yang tepat atas dasar kebenaran atau fakta (Skinner, 1959 dalam Khodijah 2014). Orang dianggap memiliki inteligensi tinggi bila responsnya merupakan respons yang tepat terhadap stimulus yang diterimanya. Kemampuan untuk memberikan respons yang tepat ini ditentukan oleh pengalaman.

c. Terman mengemukakan bahwa inteligensi adalah the ability to carry on abstract thinking, artinya kemampuan untuk berpikir abstrak (Harriman, 1995 dalam Khodijah 2014). Orang yang memiliki inteligensi tinggi akan lebih mampu berpikir secara abstrak dibandingkan orang yang memiliki inteligensi rendah.
d. L.J. Cronbach, dalam bukunya yang berjudul Essential of Psychological Testing, mendefinisikan inteligensi sebagai efektivitas menyeluruh dalam aktivitas yang diarahkan oleh pikiran.
e. Freeman (1962) memandang inteligensi sebagai: 1) capacity to integrate experiences and to meet a new situation by means of appropriate and adaptive response (kapasitas untuk memadukan pengalaman dan menghadapi situasi baru dengan pengertian yang tepat  dan respons yang adaptif), 2) capacity to learn (kapasitas untuk belajar), 3) capacity to perform tasks regarded by psychologists as intellectual (kapasitas untuk melaksanakan tugas-tugas psikologis secara intelektual), dan 4) capacity to carry on abstact thinking (kapasitas untuk berpikir abstrak).
f. Sternberg mendefinisikan inteligensi sebagai tiga dimensi, yaitu: 1) kapasitas untuk memperoleh pengetahuan, 2) kemampuan untuk berpikir dan logika dalam bentuk abstrak, dan 3) kapabilitas untuk memecahkan masalah.
g. Murphy dan David Shofer menyatakan bahwa inteligensi mengacu pada adanya perbedaan individual dalam mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan manipulasi, menampilkan kembali ingatan, evaluasi maupun pemrosesan informasi.
h. Anastasi menyatakan bahwa inteligensi adalah kombinasi dari kemampuan yang dipersyaratkan untuk bertahan hidup dan meningkatkan diri dalam budaya tertentu.
i. J.P Chaplin (1999) mendefinisikan inteligensi sebagai: 1) kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efktif, 2) kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, dan 3) kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan potensial umum untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah.
2. Factor yang Mempengaruhi Inteligensi
Inteligensi dapat berubah sepanjang waktu. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa inteligensi berubah sebanyak dalam 28 point antara usia 2,5 tahun hingga 17 tahun, bahkan sepertujuh dari siswa dapat berubah hingga 40 point (McCall, Appelbaum & Hogarty, dalam Khodijah 2014). Perubahan ini dimungkinkan karena ada faktor-faktor yang memengaruhinya.
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan inteligensi. Isu yang diperdebatkan adalah antara factor genetic dan factor lingkungan. Menurut sebagian ahli, inteligensi sepenuhnya ditentukan oleh factor genetic, sebagian ahli lain berpendapat bahwa perkembangan inteligensi dipengaruhi oleh factor lingkungan. Akan tetapi, sebagian besar ahli justru mengambil posisi di tengah, mereka meyakini bahwa inteligensi sesorang dipengaruhi oleh keduanya, yaitu pembawaan dan juga lingkungan.
Meski sebagian ahli telah sependapat bahwa factor yang memengaruhi perkembangan inteligensi adalah factor genetic dan lingkungan. Akan tetapi, mereka tetap berbeda pendapat tentang berapa banyak yang disumbangkan oleh masing-masing factor atau sejauh mana factor-faktor tersebut berpengaruh. Menurut sebagian ahli, factor yang paling dominan berpengaruh terhadap inteligensi adalah factor pembawaan. 
Hal ini dapat dipahami karena orang yang terlahir dengan inteligensi yang sangat rendah tidak mungkin ditingkatkan meski dengan lingkungan dan teknik pendidikan sebaik apapun. Akan tetapi, factor lingkungan juga berperan penting karena seorang anak yang terlahir sebagai jenius bila tidak mendapat pengasuhan dan pendidikan yang layak maka tidak akan menjadi jenius.
3. Bentuk-bentuk Inteligensi
Menurut Cattel-Horn-Carrol, yang selanjutnya akan disebut sebagai teori CHC, Inteligensi terbagi dua jenis yaitu:
a. Crystallized Intiligence yaitu intiligensia yang melibatkan pengetahuan dari proses pembelajaran sebelumnya yang berdasar pada fakta dan berakar pada pengalaman. Seiring waktu, semakin banyak pengalaman dan pengajaran yang diperoleh. Jenis intiligensia ini relative stabil dan tetap. Dengan kata lain, crystallized intiligence pun akan semakin kuat dan meningkat seiring bertambanya usia dan cenderung tidak berubah tingkatannya. 
b. Fluid Intelligence adalah kemampuan proses informasi secara cepat, hubungan berpikir dan ingatan dalam bentuk analogi, mengingat rangkaian angka dan kategorisasi (Turner dan Helms, 1995; Feldman, 2003, 2008 dalam Sarwono) atau melibatkan kemampuan berfikir secara logika dan abstrak serta memecahkan masalah dan mengurangi ketergantungan terhadap keterampilan tertentu serta pemahaman symbol dan kata-kata. Kecerdasan tipe ini dianggap merupakan refleksi dari kecerdasan yang sebenarnya karena diasumsikan tidak dipengaruhi factor pendidikan.

4. Pengukuran Inteligensi
Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang tidak bisa hanya dengan berdasarkan perkiraan melalui pengamatan, akan tetapi harus  menggunakan alat khusus yang dinamakan tes inteligensi atau IQ (Intelligence Quotient). Orang yang dapat dipandang sebagai orang yang pertama-tama menciptakan tes inteligensi adalah Binet (Walgito, 1997 dalam Khodijah 2014).
Bagi masyarakat umum, istilah IQ sering kali disamakan dengan inteligensi, padahal keduanya berbeda. Inteligensi adalah kemampuan umum sesungguhnya yang dimiliki seseorang, akan tetapi IQ adalah suatu indeks tingkat relative inteligensi seseorang, setelah dibandingkan dengan orang lain yang seusia dengannya. Dengan demikian, IQ pada dasarnya hanyalah sebuah ukuran tingkat kecerdasan, dan bukan kecerdasan yang sebenarnya. Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang adalah sebagai berikut:

IQ Tafsiran
140- Berbakat 
120-140 Sangat superior
110-120 Superior
90-110 Normal; rata-rata
70-90 Normal yang tumpul
50-70 Moron
20-50 Imbesil
0-20 Idiot

Tes IQ ini banyak bentuknya. Beberapa tes menggunakan tipe item tunggal, contohnya Peabody Picture Vocabulary Test (untuk anak-anak) dan Raven Progressive Matrices (tes non verbal, yang membutuhkan penalaran induktif mengenai pola perseptual). Bentuk tes lain menggunakan tipe item yang bervariasi, verbal maupun non verbal, karena mengukur inteligensi umum. Tes inteligensi umum ini dapat menghasilkan skor untuk bagian-bagain (sub skor) maupun untuk total (global-tunggal). Contohnya tes Stanford-Binet dan tes Wechsler.
5. Upaya Peningkatan Kecerdasan
Montessori mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak kita hendaknya ingat bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Pendekatan pendidikan usia dini yang paling tepat seuai dengan ciri-ciri psikologis, pendagogis, dan tahap perkembangan moral mereka adah pendekatan yang mengedepankan aspek-aspek aktivitas bermain, bernyanyi dan bekerja dalam arti berkegiatan.ketiga hal itu akan mengasah kecerdasan otak, kecerdasan emosi dan keterampilan fisik yang dilakukan dengan ceria, bebas, dan tanpa beban.
a. Bermain
Kak Seto Mulyadi dalam bukunya “Bermain itu penting” (dalam Wifilhani, 2009) menyebutkan bahwa bermain tidak bertentangan dengan kegiatan belajar. Justru sesuai dengan tahap perkembangan anak dan sangat membantu proses belajar anak.
Fungsi bermain pada anak usia dini adalah untuk merangsang perkembangan motoric anak, merangsang perkembangan bahasa anak, merangsang perkembangan hubungan social anak, mengembangkan kecerdasan emosi anak, mengembangkan kecerdasan nalar/ pikir anak, dan menembangkan keterampilan fisik dalam arti tangan anak-anak.
b. Bernyanyi
Bernyanyi merupakan salah satu unsur yang menciptakan kegembiraan dan suasana riang. Lagu dapat memperkuat tingakat pengendalian vocal anak dengan cara melatih pita suara dan otot-otot yang terlibat dalam kegiatan bernyanyi. Lagu-lagu yang dinyanyikan pada usia ini perlu mencakup pelatihan teknik berbicara, pengembangan kosa kata, dan penguatan kemampuan daya ingat.
c. Berkegiatan
Berdasarkan prinsip pembelajaran konstruktivisme disebutkan bahwa setiap anak berkemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan aktivitas berpikir, merasakan, dan kegiatan fisik. Melakukan kegiatan seperti menggambar bebas alam sekitar, menghitung, membangun menara dengan balok kayu, menari perseorangan dan kelompok, berolahraga bersama dan sebagainya.

B. Kreativitas 
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandangnya masing masing dan penekanan yang berebeda-beda pula.
Barron (1982) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang mememdai ciri-ciri  seorang kreatif. Utami munandar (1992) mendefinisikan: “ktreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan”. Rogers mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru kedalam suatu tindakan (Utami Munandar, 1992 dalam Desmita 2014).
Drevdahl mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan unruk memproduksi komposisi dan gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang (Hurlock, 1978 dalam Desmita 2014). Jadi yang dimaksud dengan kreativitas adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berfikir divergen. 
2. Factor-factor yang Mempengaruhi Kreativitas
Pada mulanya, kreativitas dipandang sebagai faktor bawaan yang hanya dimilki oleh individu tertentu. Beberapa ahli mengemukakan factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas.
Utami munandar (1988 dalam Desmita, 2014) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah: 
a. Usia 
b. Tingkat pendidikan orang tua
c. Tersedianya fasilitas 
d. Penggunaan waktu luang 
Clark (1983, dalam Desmita, 2014) mengkategorikan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas kedalam dua kelompok, yakni faktor yang mendukung dan yang menghambat. Faktor-faktor yang mendukung kreativitas adalah: 
a. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan beserta keterbukaan 
b. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan 
c. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu 
d. Situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian 
e. Situsi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji, hasil mengji dan mengkomunikasikan.
Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolah dan motivasi diri. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembanganya kreativitas adalah  sebagai berikut:
a. Adanya kebutuhan akan keberhasilan, ketidakberatian dalam menanggung risiko atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui. 
b. Konfromitas terhadap teman-teman kelompoknya dan teman sosial 
c. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
d. Stereotip peran seks/ jenis kelamin 
e. Diferensisasi antara berkuda dan bermain 
f. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan 
Miller dan Gerard (Adams dan Gullota, 1979 dalam Desmita 2014) mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan remaja sebagai berikut: 
a. Orang tua yang memberikan rasa aman 
b. Orang tua yang mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah 
c. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya 
d. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan kepada anak 
e. Orang tua mendorong anak agar dalam mengadakan sesuatu dilakukan dengan sebaik-baiknya 
Torrence (1981, dalam Desmita, 2014) mengemukakan lima bentuk interaksi orang tua dengan anak/ remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas, yakni: 
a. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim 
b. Menghormati gagasan imajinatif 
c. Menunjukkan kepada anak/ remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai 
d. Memberikan kesempatan kepada anak/ remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward  kepadanya 
Disamping mengemukakan interaksi yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas itu, berdasarkan hasil penelitiannya yang mendalam, Torrence (1981) juga mengemukakan beberapa interaksi orang tua dengan anak (reamaja) yang dapat menghambat berkembangnya kreativitas, yaitu: 
a. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak 
b. Membatasi rasa ingin tahu anak 
c. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexsual roles)
d. Terlalu banyak melarang anak 
e. Terlalu menekankan kepada anak agar memilki rasa malu 
f. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu 
g. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif 
Jadi menurut Torrence (1981), interaksi antara orang tua dengan anak/ remaja yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas bukanlah interaksi yang didasarkan atas situasi stimulus-respon, melainkan atas dasar hubungan kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar pengalaman (coexperienceing). 
3. Tipe Kreativitas
Menurut para peneliti ada tiga tipe kreatif yang berbeda, yaitu:
a. Jenis pertama adalah membuat atau menciptakan. Penciptaan merupakan proses membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada.
b. Jenis yang kedua adalah mengombinasikan atau menyentesiskan dua hal atau lebih yang sebelumnya tidak saling berhubungan. Kenyataannya banyak penemuan yang memudahkan kehidupan kita hari ini, seperti telepon dan modem, diciptakan karena hasil sintesis.
c. Jenis yang ketiga adalah memodifikasi sesuatu yang memang sudah ada. Modifikasi ini berupaya untuk mencari cara-cara untuk membentuk fungsi-fungsi baru atau menjadikan sesuatu menjadi berbeda penggunaannya oleh orang lain.
4. Mengembangkan Sikap Kreativitas
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu mengembangkan kemampuan pribadi dalam program peningkatan kreativitas sebagaimana dikemukakan oleh James L. Adams (1986, dalam Supardi 2004):
a. Mengenali hubungan 
Untuk membantu meningkatkan kreativitas, kita dapat melakukan cara pandang kita yang statis terhadap hubungan orang dan lingkungan yang telah ada. Dari sini kita coba melihat mereka dengan cara pandang yang baru dan berbeda. Orang yang kreatif memiliki intuisi tertentu untuk dapat mengembangkan dan mengenali hubungan yang baru dan berbeda dari fenomena tersebut.
b. Pengembangan pespektif fungsional
Kita dapat melihat adanya suatu perspektif yang fungsional dari benda dan orang. Seseorang yang kreativ akan dapat melihat orang lain sebagai alat untuk memenuhi keinginannya dan membantu menyeleseikan suatu pekerjaan.
c. Gunakan akal
Fungsi otak pada bagian yang terpisah anatara kiri dan kanan telah dilakukan sejak tahun 1960-an. Otak bagian kanan dipakai untuk hal-hal seperti analogi, imajinasi dan lain-lain. Sedangkan otak bagian kiri dipakai untuk kerja-kerja seperti analisis, melakukan pendekatan yang rasional terhadap pemecahan masalah dan lain-lain. Meski secara fungsi ia berbeda, tapi dalam kerjanya ia harus saling berhubungan.
d. Hapus perasaan ragu-ragu
Kebiasaan mental yang membatasi dan menghambat pemikirn kreatif, diantaranya adalah sebagai beikut:
1) Pemikiran lain, perkembangan kehidupan sesorang banyak terpenuhi oleh hal-hal yang tidk pasti dan meragukan. Bagi orang yang kreatif lebih baik belajar menerima keadaan tersebut dalam hidupnya, bahkan mereka sering menemukan sesuatu yang berharga dalam kondisi tersebut.
2) Mencari selamat, dalam kehidupannya orang akan cenderung menghindari resiko seminimal mungkin, tetapi seorang inovator akan senang menghadapi resiko. 
3) Stereotype, seperti sudah ada ketentuan atau karakteristik tertentu untuk suatu hal, begitu pula halnya akan kesuksesanyang dapat diraih, karena asas stereotype ini, akan terlimitasi cara pandang dan persepsinya terhadap kemungkinan lain yang sebenarnya dapat diraih.
4) Pemikiran kemungkinan/ probabilitas, guna memperoleh keamanan dalam membuat keputusan, seseorang cenderung percaya kepada teori kemungkinan. Bila berlebihan, akan menghambat sesorang mencari kesempatan yang hanya akan datang sekali saja dalam hidupnya.
Desmita. 2014. Psikologi Pendidikan. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press
Khodijah, Nyayu. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers
Sarlito, Sarlito W. 2017. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers
Supardi, Endang. 2004. Kiat Mengembangkan Sikap Kreatif dan Inovatif [Jurnal]. Jakarta: Indonesia University of Education dari https://mufari.files.wordpress.com diakses pada tanggal 19 Mei 2018
Wiflihani. 2009. Musik Sebagai Salah Satu Cara Untuk Meningkatkan Kecerdasan Anak [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Negeri Medan dari digilib.unimed.ac.id diakses pada 19 Mei 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LONELINESS (KESEPIAN)

A. Pengertian Kesepian Kesepian adalah perasaan terasing, tersisihkan, terpencil dari orang lain. Sering orang kesepian karena merasa berbed...