Minggu, 10 Juni 2018

Attachment Theory


A. Tokoh-tokoh dalam Teori Kelekatan 

1. John Bowlby (1907-1990)
Bowlby adalah seorang psikiater dan psikoanalis, dan terkenal karena minatnya dalam perkembangan anak. Bowlby lahir di London, Inggris pada tahun 1907. Teori Bowlby disebut teori kelekatan karena banyak dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku hewan. Terkait dengan kelekatan, menurut teori Etologi (Berndt dalam Crain, 1992), tingkah laku sangat lekat pada anak, bisa diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebenarnya tingkah laku kelekatan tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby percaya bahwa perilaku sudah diprogram secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan membangun hubungan kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment). Ikatan psikologis antara ibu dan anak yang bertahan lama sepanjang rentang hidup dan berhubungan dengan kehidupan social, dinamakan psychological bonding. Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami perilaku manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya, yaitu lingkungan dasar tempat hidup dan berkembang. Proses-proses yang dipelajari individu untuk mengarahkan perilaku dalam kelompok spesiesnya disebut imprinting.Pada penelitian cross-fostering (ibu asuh) yang dilakukan, dimana suatu individu dibesarkan oleh orang tua yang berbeda dari individu tersebut, memperlihatkan bahwa imprintingnya juga akan muncul pada awal-awal kehidupannya.

2. Mary Ainsworth (1919-1999) dan Teori Situasi Asing
Ainsworth lahir di Glendale, Ohio, tahun 1919. Ia lahir sebagai putri presiden pengusaha barang-barang aluminium. Ia memperoleh gelar BA, MA dan Ph.D dari University of Toronto dimana ia bekerja sebagai instruktur dan dosen. Selama karirnya yang panjang, ia mengajar dan melakukan penelitian dibeberapa universitas dan institut di Cananda, Amerika Serikat, Inggris, dan Uganda. Ainsworth dan rekan-rekannya (Ainsworth, Biehar, Waters & Wall, 1978) banyak dipengaruhi oleh teori Bowlby dalam mengembangkan suatu teknik untuk mengukur jenis gaya kelekatan yang ada diantara pengasuh dan bayinya, yang dikenal sebagai situsi asing (strange situation). Prosedur situasi asing meliputi sesi laboratorium selama 20 menit dengan situasi dimana seorang ibu dan bayi pada awalnya hanya berduaan disuatu kamar bermain. Kemudian masuk orang asing kedalam ruangan tersebut, setelah beberapa menit orang asing tersebut mulai melakukan interaksi yang singkat dengan bayi.Lalu sang ibu pergi menjauh sebanyak dua kali (periode) masing-masing selama dua menit. Selama periode yang pertama, bayi tersebut ditinggalkan sendirian bersama orang asing. Namun diperiode yang kedua bayi tersebut ditinggalkan sepenuhnya sendirian. Perilaku yang penting adalah bagaimana bayi bereaksi ketika sang ibu kembali. Perilaku inilah yang dijadikan dasar pengukuran skala gaya kelekatan. Ainsworth dan rekan-rekannya menemukan 3 skala gaya kelekatan, yaitu rasa aman, cemas-menolak dan cemas menghindar.


B. Kelekatan dan Perkembangannya Attachment (kelekatan) adalah sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh John Bowlby tahun 1958 untuk menggambarkan pertalian atau ikatan antara ibu dan anak (Johnson & Medinnus, 1974 dalam Desmita 2013). Menurut Martin Herbert dalam The Social Sciences Encyclopedia, “attachment (kelekatan) mengacu pada ikatan antara dua orang individu atau lebih; sifatnya adalah hubungan psikologis yang diskriminatif dn spesifik, serta mengikat seseorang dengan orang lain dalam rentang waktu dan ruang tertentu” (Kuper & Kuper, 2000 dalam Desmita 2013). Feldman (1996), mendefinisikan attachment sebagai “the positive emotional bond that develops between a child and a particular individual”. Menurut Seifert & Hoffnung (1994 dalam Desmita 2013), attachment adalah “an intimate and enduring emotional relationship between two people, such as infant and caregiver, characterized by reciprocal affection and a periodic desire to maintain physical closeness”. Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat antara dua individu. Ada cukup banyak teori mengenai kelekatan bayi. Freud, Erikson dan Bowlby mengajukan pandangan-pandangan teoritis yang berpengaruh dibidangnya. Menurut Freud, bayi semakin menjadi dekat dengan orang atau benda yang menyuguhkan kepuasan oral. Bagi kebanyakan bayi, kepuasan seperti ini tentu saja di dapat dari ibu yang paling sering memberi makanan kepada bayi. Dalam pandangan Erik Erikson (1968) mengenai perkembangan bayi satu tahun pertama kehidupan merupakan tahap munculnya kepercayaan vs ketidakpercayaan. Kenyamanan fisik dan perawatan yang peka merupakan hal yang esensial untuk mencapai kepercayaan dasar bayi. Selanjutnya kepercayaan pada masa bayi merupakan basis bagi kelekatan dan harapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat yang baik dan menyenangkan untuk dihuni. Persepektif etologis dari John Bowlby juga menekankan pentingnya kelekatan pada tahun pertama kehidupan dan responsivitas dari pengasuh. Bowlby yakin bahwa bayi dan ibunya secara naluriyah membentuk suatu kelekatan. Ia menyatakan bahwa bayi yang baru lahir secara biologis diberi perlengkapan untuk membangkitkan prilaku kedekatan dengan ibunya. Bayi menangis, menempel, merengek dan tersenyum kemudian merangkak berjalan dan mengikuti ibunya, semua ini dilakukan bayi untuk mempertahankan kedekatannya dengan pengasuh utamanya. Dampak jangka panjangnya adalah meningkatkan peluang kelangsungan hidup bayi tersebut. Empat tahapan yang didasarkan konsep kelekatan Bowlby :
a. Indicriminate Sociability Terjadi pada anak yang berusia dibawah dua bulan. Bayi menggunakan tangisan untuk menarik perhatian orang dewasa, menghisap dan menggeram, tersenyumdan berceloteh digunakan untuk menarik perhatian orang dewasa agar mendekat padanya.
b. Discriminate Sociability Terjadi pada anak yang berusia dua hingga tujuh bulan. Pada fase ini bayi mulai dapat membedakan objek lekatnya, mengingat orang yang memberikan perhatian dan menunjukan pilihannya pada orang tersebut.
c. Spesific Attachment Terjadi pada anak yang berusia tujuh bulan hingga dua tahun. Bayi mulai menunjukan kelekatannya pada figur tertentu. Fase ini merupakan fase munculnya intensional behavior dan independent locomosi yang bersifat permanen. Anak untuk pertama kalinya menyatakan protes ketika figur lekat pergi.Anak sudah tahu orang-orang yang diinginkan dan memilih orang-orang yang sudah dikenal. Mereka mulai mendekatkan diri pada objek lekat. Anak mulai menggunakan kemampuan motorik untuk mempengaruhi olang lain.
d. Partnership Terjadi pada usia dua sampai seterusnya. Fase ini sama dengan fase egosentris yang dikemukakan Piaget. Memasuki usia dua tahun anak mulai mengerti bahwa orang lain memiliki perbedaan keinginan dan kebutuhan yang mulai diperhitungkannya. Kemampuan berbahasa membantu anak bernegoisasi dengan ibu atau objek lekatnya. Kelekatan membuat anak jadi lebih matang dalam hubungan sosial. Bowlby menamakan goal corrected partnership, hal ini membuat anak lebih mampu berhubungan dengan peer dan orang yang tidak dikenal.

C. Perbedaan Individual dalam Kelekatan Mary Ainsworth (dalam Crain, 2010) berpendapat bahwa selama tahun pertama, bayi memiliki pengalaman kelekatan yang lebih positif dibandingkan dengan bayi lainnya. Ia menciptakan situasi asing, yakni suatu metode observasi untuk mengukur kelekatan bayi berupa serangkaian perkenalan, perpisahan, dan reuni dengan pengasuh dan orang dewasa asing dalam urutan tertentu. Berdasarkan respon bayi dalam situasi asing para peneliti mendiskripsikan bayi memiliki kelekatan aman dan kelekatan tidak aman terhadap pengasuh diantaranya:
1. Insecurely Attached Avoidant Infant (Type A) Ditemukan pada 20% sampe penelitian. Anak menolak kehadiran ibu, menampakkan permusuhan, kurang memilik resiliensi ego dan kurang mengekpresikan emosi negatif (Cicchetti dan Toth, 1995). Selain itu anak juga tampak mengacuhkan dan kurang tertarik dengan kehadiran ibu (Dishion, French dan Patterson, 1995 dalam Ervika 2000).
2. Securely AttachedInfant (Type B) Ditemukan pada 70% subjek penelitian. Ibu digunakan sebagai dasar eksplorasi. Anak berada didekat ibu untuk beberapa saat kemudian melakukan eksplorasi, anak kembali kepada ibu ketika ada orang asing , tapi memberikan senyuman apabila ada ibu didekatnya. Anak merasa terganggu ketika ibu pergi dan menunjukan kebahagiaan ketika ibu kembali.
3. InsecurelyAttachedResinstant Infant (Type C) Ditemukan pada 10% sabjek penelitian. Menunjukkan keengganan untuk mengeksplorasi lingkungan. Tampak impulsive, helpless, dan kurang kontrol. Beberapa tampak selalu menempael pada ibu dan bersembunyi dari orang asing. Anak tampak sedih ketika ditinggal ibu dan sulit untuk tenang kembali meskipun ibu telah kembali. Mampu mengekspresikan emosi negatif namun denagn reaksi yang berlebihan.
4. Disorganized/ Disoriented Attached (Type D) Ini merupakan tipe keempat yang dihasilkan dari eksperimen yang dilakukan oleh Main, Hesse dan Solomon (dalam Dishion, French dan Patterson, 1995; Cummings, 2003). Ditemukan pada anak-anak yang mengalami salah pengasuhan (maltreated) dimana kekacauan emosi terlihat saat episode pertemuan kembali dengan ibu. Perilaku mereka tampak sangat tidak terorganisasi, mengalami konflik dalam dirinya serta menunjukkan kekhawatiran dan penolakan yang lebih besar pada ibu dibandingkan dengan orang asing. Atau bisa tonton di https://youtu.be/uSAPfiSw_Ic

D. Evaluasi Terhadap Situasi Asing Menurut Van Ijzendoorn dkk (1988), sebagai suatu cara untuk mengukur kelekatan. Situasi Asing mungkin mengandung bias budaya. Sebagai contoh bayi-bayi Jerman dan Jepang lebih memperlihatkanpola kelekatan dibanding bayi-bayi Amerika. Pola menghindar pada bayi-bayi Jerman cenderung lebih memperlihatkan pola kelekatan menghindar sementara bayi-bayi Jepang tidaklah memperlihatkan pola-pola ini sebanyak yang diperlihatkan oleh bayi-bayi Amerika.Menurut Grossman dkk (Santrock, 2013) pola menghindar pada bayi-bayi Jerman lebih banyak terjadi karena para pengasuh mendorong mereka untuk mandiri. Selain itu dibandingkan dengan bayi-bayi Amerika, bayi-bayi Jepang lebih banyak dikategorikan sebagai bayi yang menolak. Hal ini mungkin lebih berkaitan dengan situasi asing sebagai suatu metode untuk mengukur kelekatan. Para ibu di Jepang sedikit membiarkan orang yang tidak akrab untuk merawat bayinya. Dengan demikian, situasi asing mungkin dapat menciptakan lebih banyak sress untuk bayi-bayi Jepang dibandungkan untuk bayi-bayi Amerika yang lebih terbiasa dipisahkan dari ibunya Miyake, Chen, & Campos dalam Santrock, 2013). Menurut Thompson (2006) dan Van Ijzendoorn dkk (1988), meskipun terdapat variasi budaya dalam klasifikasi kelekatan, sampai sejauh ini klasifikasi yang paling sering dijumpai diberbagai budaya adalah kelekatan aman. E. Interpretasi Terhadap Perbedaan Kelekatan Ainsworth meyakini bahwa kelekatan yang aman dalam satu tahun pertama kehidupan memberikan landasan yang penting bagi perkembangan psikologis dikehidupan selanjutnya. Bayi dengan kelekatan aman dapat menjauh secara bebas dari ibunya namun masih tetap secara rutin memeriksa keberadaan ibunya. Bayi dengan kelekatan aman berespon positif ketika digendong oleh orang lain, dan ketika diletakan kembali, ia bisa menjauh secara bebas untuk bermain. Sebaliknya, seorang bayi dengan kelekatan tidak aman akan menghindari atau bersikap ambivalen terhadap orang asing, dan bingung pada setiap perpisahan kecil. Dalam sebuah studi longitudinal berskala luas yang dilakukan oleh Alan Sroufe dan rekan-rekannya, kelekatan aman diusia awal, diukur dengan Situasi Asing pada usia 12 dan 18 bulan, berkaitan dengan kesehatan emosional, tingginya harga diri, dan keyakinan diri serta kompetensi dalam interaksi sosial dengan teman, guru, konselor kampus, dan kekasih pada masa remaja. Baru-baru ini, metaanalisis menemukan bahwa kelekatan tidak teratur lebih kuat kaitannya dengan ekstemalisasi masalah (misalnya agresi, kekerasan, masalah oposisi) dibandingkan kelekatan menghindar dan kelekatan menolak (Fearon dkk, 2010 dalam Santrock 2013). Meskipun demikian, beberapa anak tidak memperlihatkan adanya kesinambungan seperti itu (Thompson, 2008 dalam Santrock 2013). Tidak semua penelitian menemukan bahwa kelekatan dimasa bayi dapat memprediksi rangkaian perkembangan selanjutnya. Dalam sebuah studi longitudinal, klasifikasi kelekatan di masa bayi tidak memprediksikan klasifikasi kelekatan diusia 18 tahun (Lewis, Feiring, Rosenthal, 1997 dalam Santrock 2013). Dalam studi ini, predictor terbaik dari klasifikasi yang tidak aman diusia 18 tahun adalah terjadinya perceraian orang tua. Pengasuhan positif yang diberikan secara konsisten selama kelekatan dimasa awal dengan bagaimana anak tersebut berfungsi dimasa perkembangan selanjutnya. Memang, para peneliti telah menemukan bahwa kelekatan yang aman di masa awal dan rangkaian pengalaman selanjutnya, khususnya pengasuhan ibu dan tekanan hidup, berkaitan dengan perilaku dan penyesuaian anak dikemudian hari (Thompson, 2008 dalam Santrock 2013). F. Gaya Pengasuhan dari Kelekatan Bayi-bayi dengan kelekatan aman memiliki pengasuh yang sensitive terhadap isyarat-isyarat yang mereka berikan dan secara konsisten hadir untuk memberikan respon terhadap kebutuhan mereka. Para pengasuh ini seringkali membiarkan bayi-bayinya berperan aktif dalam menentukan awal dan kecepatan interaksi ini di tahun pertama kehidupan.Sebuah studi menemukan bahwa sensitivitas maternal dalam pengasuhan berkaitan dengan kelekatan aman pada bayi didua budaya yang berbeda yaitu, Amerika Serikat dan Kolombia (Carbonel dkk, 2002).Meski sensitivitas maternal berkaitan positif dengan pengembangan kelekatan aman dimasa bayi, penting untuk mengingat bahwa kaitannya tidak begitu kuat (Campos, 2009 dalam Santrock 2013). Berlin & Cassidy menyebutkan bahwa pengasuh dari anak yang avoidant cenderung tidak selalu siap atau menunjukan penolakan. Seringkali mereka tidak merespon sinyal yang diberikan bayi atau hanya memberikan kontak fisik yang sedikit dengan bayi mereka. Ketika mereka berinteraksi dengan bayi mereka cenderung berinteraksi dengan cara marah atau kesal. Sedangkan pengasuh bayi resistant cenderung bersikap yang tidak konsisten, kadang-kadang mereka merespon kebutuhan bayi dan kadangkala tidak. Secara umum mereka cenderung tidak terlalu hangat terhadap bayi dan ketika berinteraksi cenderung tidak sinkron. Pengasuh dari disorganized seringkali menelantarkan atau bahkan melakukan kekerasa terhadap bayi mereka. Dalam banyak kasus, biasanya pengasuh yang mengalami depresi.

G. Kelekatan pada Orang Dewasa Meskipun relasi dengan pasangan berbeda dari relasi dengan orang tua, pasangan memenuhi sejumlah kebutuhan yang sama seperti yang dipenuhi oleh orangtua pada anak-anaknya (Shaver & Mikulincer, 2011 dalam Santrock 2013). Melalui sebuah studi retrospektif mengungkapkan bahwa orang dewasa yang menunjukan kelekatan yang aman dalam relasi romantisnya cenderung memiliki kelekatan yang aman dengan orangtua dimasa anak-anak. Meskipun demikian, dalam studi longitudinal lainnya, kaitan antara gaya kelekatan awal dengan gaya kelekatan dimasa selanjutnya diperlemah oleh pengalaman yang menekan dan sangat merugikan, seperti kematian orangtua atau ketidakstabilan pengasuh (Lewis dakk dalam Santrock 2013). Para peneliti juga mempelajari kaitan antara gaya kelekatan orang dewasa dengan berbagai aspek kehidupan lainnya dari orang dewasa tersebut. Orang dewasa yang mempunyai kelekatan yang aman lebih puas dengan relasi dekatnya dibandingkan orang dewasa dengan kelekatan tidak aman. Disamping itu, relasi orang dewasadenagn kelekatan yang aman, cenderung diwarnai oleh kepercayaan, komitmen, dan usia yang panjang (Feney dalam Santrock 2013). Ulasan sebuah penelitian atas wawancara kelekatan 10.000 orang dewasa mengungkapkan bahwa ketidakamanan kelekatan berkaitan perilaku marah. Ulasan lebih lanjut dari Shaver (dalam Santrock 2013) juga menyimpulkan bahwa ketidakamanan kelekatan menempatkan pasangan pada masalah relasi. Para peneliti juga menemukan bahwa ketika pasangan sama-sama memiliki pola kelekatan pencemas, pasangan tersebut biasanya menciptakan ketiidakpuasan dalam pacaran dan bisa mengarah pada saling mengancam dan menyerang dalam relasi (cemas dan menghindar).

H. Kritikan terhadap Teori Kelekatan Teori kelekatan Bowlby dan Ainsworth agaknya menomorduakan konteks sosial yang terdapat pada dunia bayi. Kondidsi lingkungan dimana tempat bayi dilahirkan, termasuk sistem sosial kemasyarakatan dan sistem budaya turut mempengaruhi sifat dasar dari kelekatan. Di dalam budaya Jawa terutama di desa, saudara kandung dan nenek turut merawat bayi. Dalam budaya agraris kakak kandung diberi tugas untuk merawat bayi. Meskipun demikian, ada tidaknya kelekatan yang aman merupakan hal penting yang sepantasnya menjadi perhatian, khususnya pengasuh tunggal. Kelekatan pada masa bayi tetap merupakan hal yang penting karena mencerminkan relasi antara orangtua-bayi yang psotif dan memberikan perkembangan sosioemosional yang sehat diperkembangan selanjutnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LONELINESS (KESEPIAN)

A. Pengertian Kesepian Kesepian adalah perasaan terasing, tersisihkan, terpencil dari orang lain. Sering orang kesepian karena merasa berbed...