Minggu, 16 Januari 2022

Perkembangan (Faktor, Pengaruh, dan Perkembangan Kognitif)

A. Faktor-faktor Perkembangan

Para ahli berbeda pendapat tentang faktor mana yang lebih dominan pengaruhnya terhadap seseorang dalam perkembangannya, apakah pembawaan ataukah lingkungan. Untuk menjawabnya, dalam hal ini pendapat mereka tersebut dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Aliran/ golongan Nativisme

Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaan sejak lahir. Mereka mengemukakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan dibekali (membawa) bakat-bakat yang berasal dari generasi sebelumnya, apabila pembawaan itu baik maka akan baik pula anak itu kelak, demikian juga sebaliknya. Menurut anggapan aliran ini, segala pengaruh lingkungan atau pendidikan tidaklah berarti apa-apa, karena segala bakat atau pembawaan itu akan berkembang dengan sendirinya tanpa dapat dirubah, sehingga pendidikan tidak perlu (pesimisme pendagogis).

Manshur Ali Rajab (1961) menyebutkan bahwa ada lima macam yang dapat diwariskan dari orang tua kepada anaknya, yaitu; pertama, pewarisan yang bersifat jasmaniah; kedua pewarisan yang bersifat intelektual; ketiga, pewarisan yang bersifat tingkah laku; keempat, pewarisan yang bersifa alamiah; dan kelima, pewarisan yang bersifat sosiologis. Tokoh terkemuka aliran ini adalah Schopenhauer (1788-1860), Plato, Descartes dan beberapa ahli tokoh yang mendukungnya yaitu Lambroso, E. Ferri dan R. Garofalo.


2. Aliran/ golongan Empirisme

Pendapat empirisme merupakan kebalikan dari Nativisme yakni bahwa perkembagan manusia itu lebih banyak dipengaruhi atau ditentukan oleh lingkungannya (paedagigis), kata Watson (seorang tokoh behavioris AS) “Beri saya sejumlah anak, akan saya jadikan dokter, ahli hokum dan lain-lain, bahkan pengemis dan pencuri sekalipun. Asumsi psikologis yang mendasari aliran ini adalah bahwa manusia lahir dalam kondisi netral, tidak membawa potensi apapun, ia bagaikan kertas putih (tabula rasa; meja dari lilin) yang dapat ditulisi apa saja yang dikehendaki oleh lingkungannya.

Lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku terdiri dari lima aspek, yaitu (1) geografis/ alamiah yakni lingkungan berdasarkan letak wilayah seperti di dataran, pegunungan, atau pesisir pantai. (2) Lingkungan historis yaitu lingkungan yang ditentukan oleh keadaan suatu masa atau era dengan segala perkembangan keberadabannya. (3) Lingkungan sosiologis yaitu lingkungan yang ditentukan oleh hubungan antar individu dalam suatu komunikasi social. (4) Lingkungan kultural, yaitu lingkungan yang ditentukan oleh kultur suatu masyarakat. (5) Lingkungan psikologis adalah lingkungan yang ditentukan oleh kondisi kejiwaan, seperti kondisi rasa tanggung jawab, toleransi, kesadaran, kemerdekaan, keamanan, kesejahteraan dan sebagainya (M. Mahmud: 1984). Tokoh aliran ini adalah John Locke dan diperkuat oleh Sigaud dan Mac Aulife.


3. Aliran/ golongan Konvergensi

Aliran ini menganggap bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembaawaan dan lingkungan. Aliran yang ketiga ini berusaha mengambil jalan tengah antara kedua pendapat di atas, yang mana dalam dunia pendidikan bahkan dalam kehidupan secara keseluruhan tidak pernah ada manusia yang dalam proses perkembangan menuju kedewasaan/ kematangan hanya ditentukan oleh factor keturunan atau oleh factor lingkungan saja.

Bakat saja tanpa adanya pengaruh lingkungan yang cocok dalam perkembangan anak belumlah cukup, demikian pula lingkungan yang baik tetapi tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak juga tidak akan mendatangkan hasil yang baik. Tokoh konvergensi ini ialah William Sterm, dan disempurnakan oleh M. J. Langeveld. (Rohmah, 2015: 93-96)

Kalau dilihat dari sudut pandangan Islam, yang diasumsikan dari struktur nafsani tidak lantas menerima ketiga aliran di atas. Disamping terdapat kelemahan-kelemahan, ketiga aliran tersebut hanya berorientasi teorinya pada pola pikir antroposentris, artinya perkembangan kepribadian manusia seakan-akan hanya dipengaruhi oleh factor manusiawi. Manusia dalam pandangan Islam telah memiliki seperangkat potensi, disposisi, dan karakteristik unik.

Potensi yang ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir itulah yang dinamakan fitrah, yakni keimanan, ketauhidan, keislaman, keselamatan, kesucian, kecenderungan menerima kebenaran dan kebaikan serta sifat lainnya. Semua potensi itu bukan diturunkan dari orang tua, melainkan diberikan oleh Allah Swt. sejak di alam perjanjian (mistq). Proses pemberian potensi-potensi itu melalui struktur rohani. Jadi secara potensial, kondisi kejiwaan manusia tidak netral, apalagi kosong seperti kertas putih, namun secara hukum manusia tidak memiliki kebaikan atau keburukan yang diwarisi, tapi sangat tergantung kepada realisasi dirinya.

Kesimpulannya dalam Islam faktor hereditas boleh jadi menjadi salah satu factor perkembangan. Hal ini tertera dalam hadits Nabi bahwa pemilihan jodoh itu harus dilihat dari empat segi, yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agama. Nabi kemudian mengajarkan untuk memilih agamanya agar kelak rumah tangganya menjadi bahagia dan selamat. Peran lingkungan dalam penentuan proses perkembangan juga diakui dalam Islam. Banyak ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi yang menjelaskan pentingnya peran lingkungan dalam proses perkembangan misalnya seruan amar ma’ruf nahi munkar (QS. Ali Imran: 104), belajar menuntut ilmu agama lalu mendakwahkan pada orang lain (QS. At Taubah: 122), seruan kepada orang tua agar memelihara keluarganya dari api neraka (QS. At-Tahrim: 6) dan seterusnya.

Satu lagi factor penentu perkembangan manusia yaitu factor-faktor bawaan manusia itu sendiri yang dibawa sejak kelahirannya, yang ini sangat berkaitan dengan fitrah itu sendiri. Kesimpulan akhir bahwasannya jalan perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun temurun yang oleh aktivitas dan pemilihan atau penentuanmanusia itu sendiri yang dilakukan dengan bebas di bawah pengaruh factor lingkungan yang tertentu berkembang menjadi sifat. Dan ternyata tiap-tiap sifat dan ciri-ciri manusia dalam perkembangannya ada yang lebih ditentukan oleh lingkungan nya dan ada pula yang lebih ditentukan oleh pembawaannya. (Rohmah, 2015: 97-100)

B. Pengaruh Perkembangan Individu

Menurut teori Bronfenbrenner, konteks sosial dimana individu hidup akan banyak mempengaruhi perkembangan individu. Ada tiga konteks yang mempengaruhi perkembangan individu :

1. Keluarga

Individu tumbuh dalam keluarga yang berbeda–beda. Beberapa orang tua mengasuh dan mendukung anak mereka. Orang tua lainnya bersikap kasar atau mengabaikan anaknya. Anak lainnya tinggal dalam keluarga yang tidak pernah bercerai. Beberapa keluarga anak hidup dalam kemiskinan, yang lainnya berkecukupan. Situasi yang bervariasi ini akan memengaruhi perkembangan anak dan memengaruhi murid di dalam dan di luar kelas (Cowan & Cowan, 2002; Morrison & Cooney, 2002 ). 

2. Teman Sebaya

Selain keluarga teman seusia atau sebaya (peer) juga memainkan peran penting dalam perkembangan individu. Dalam konteks perkembangan individu, teman seusia adalah anak pada usia yang sama atau level kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman seusia adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Hubungan teman sebaya yang baik mungkin dibutuhkan untuk perkembangan normal (Howes & Tonyan, 2000; Rubin, 2000).

Dalam sebuah studi, hubungan dengan teman sebaya yang buruk di masa kanak-kanak menyebabkan terjadinya drop-out dari sekolah dan tindak kejahatan diusia remaja (Roff, Sells & Golden, 1972). Dalam studi lain, hubungan teman sebaya yang harmonis diusia remaja menyebabkan kesehatan mental yang positif diusia paruh baya nanti (Hightower, 1990). 


Para developmentalis telah dengan tepat menunjukan empat tipe teman sebaya, yaitu: 

a. Anak populer

Anak populer sering kali didominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukannya tidak disukai oleh kawan seusianya.

b. Anak diabaikan (neglected children

Anak diabaikan jarang didominasikan sebagai kawan terbaik, tetapi bukannya tidak disukai oleh kawan seusianya. 

c. Anak ditolak (rejected children)

Anak ditolak jarang didominasikan sebagai kawan terbaik dan sering dibenci oleh teman-teman seusianya.

d. Anak kontroversial (conrtoversial children)

Anak kontroversial sering kali didominasikan sebagai teman baik tapi juga kerap tidak disukai.


3. Sekolah 

Di sekolah, anak menghabiskan banyak waktu sebagai anggota dari masyarakat kecil yang sangat mempengaruhi perkembangan sosio emosional mereka. Konteks Perkembangan Sosial yang Terus Berubah di Sekolah. Konteks sekolah bervariasi sejak masa kanak-kanak awal, sekolah dasar hingga remaja (Minuchin & Shapiro, 1983). Setting masa kanak-kanak awal adalah sebuah lingkungan yang terlindung yang batas-batasnya adalah ruang kelas. Dalam setting sosial yang terbatas ini, anak-anak berinteraksi dengan satu atau dua guru, yang biasanya perempuan, yang menjadi figur utama dalam kehidupan mereka saat itu.

Saat anak masuk ke sekolah menengah pertama, lingkungan sekolah semakin luas bukan sekedar ruang kelas. Remaja berinteraksi dengan guru dan teman seusia yang makin beragam. Perilaku sosial remaja makin mengarah pada interaksi dengan teman, ekstrakurikuler, klub, dan komunitas. 

Murid sekolah menengah lebih menyadari sekolah sebagai sistem sosial dan mungkin termotivasi untuk menyesuaikan diri dengannya atau menentangnya. (Santrock, 2004: 90-103)


C. Perkembangan Kognitif Individu

1. Otak

Jumlah dan ukuran saraf otak terus bertambah setidaknya sampai usia remaja. Beberapa penambahan ukuran otak juga disebabkan oleh myelination, sebuah proses dimana banyak sel otak dan sistem saraf diselimuti oleh lapisan-lapisan sel lemak yang bersekat-sekat. Myelination dalam daerah otak yang berhubungan dengan koordinsi mata-tangan belum lengkap sampai usia empat tahun. Myelination dalam area otak yang penting dalam memfokuskan perhatian belum lengkap sampai akhir usia sekolah dasar (Tanner, 1978).

Aspek penting lain dari perkembangan otak di tingkat sel adalah peningkatan dramatis dalam koneksi antara neuron (sel-sel saraf) (Ramey & Ramey, 2000). Dalam studi terbaru yang menggunakan teknik pemindaian (scanning) otak yang canggih, otak anak-anak tampak mengalami perubahan anatomis yang substansial antara usia tiga sampai lima belas tahun (Thompson dkk., 2000).

2. Teori Piaget

Proses Kognitif. Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan skema (kerangka kognitif atau kerangka referensi). Sebuah skema adalah konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi.

Piaget (1952) mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka: asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukan pengetahuan baru kedalm pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi terjadi ketika menyesuaikan diri pada informasi baru.

Piaget juga mengatakan bahwa untuk memahami dunianya, anak-anak secara kognitif mengorganisasikan pengalaman mereka. Organisasi adalah konsep Piaget yang berarti usaha mengelompokan perilaku yang terpisah-pisah kedalam urutan yang lebih teratur, kedalam sistem fungsi kognitif. Ekuilibrasi adalah suatu mekanisme yang di kemukakan Piaget untuk menjelaskan sebagaimana anak bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya.

3. Teori Vygotsky

Seperti Piaget, Vygotsky (1896-1934) dari Rusia juga percaya bahwa anak akhir dalam menyusun pengetahuan mereka.

a. Asumsi Vygotsky

Ada tiga klaim dalam inti pandangan Vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterprestasikan secara developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.

Menurut Vygotsky, menggunakan pendekatan developmental  berarti memahami fungsi kognitif anak dengan memeriksa asal usulnya dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya. Jadi, tindakan mental tertentu seperti menggunakan “ucapan batin” (inner speech) tidak bisa dilihat dengan tepat secara tersendiri tetapi harus di evaluasi sebagai satu langkah dalam proses perkembangan bertahap.

Klaim kedua Vygotsky, yakni untuk memahami fungsi kognitif kita harus memeriksa alat yang memperantarai dan membentuknya, membuat Vygotsky percaya bahwa bahasa adalah alat yang paling penting (Robbins, 2001). Klaim ketiga Vygotsky, mengatakan bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan sosial dan culture. Vygotsy mengatakan bahwa perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sosial dan kultural (Holland, dkk.,2001)

b. Zone of Proksimal Development

Zone of Proksimal Develpment (ZPD) adalah istilah  Vygotsky untuk serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dari orang dewasa atau anak yang lebih mampu.

c. Scaffolding

Adalah sebuah teknik untuk mengubah level dukungan. Selama sesi pengajaran, orang yang lebih ahli menyesuaikan juumlah bimbingannya dengan level kinerja murid yang telah dicapai.

d. Bahasa dan Pemikiran

Vygotsky (1962) percaya bahwa anak-anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Bahasa itu digunakan untuk mengatur diri sendiri yang dinamakan “pembicaraan batin” (inner speech) atau “pembicaraan privat” (privat speech). 

e. Mengevaluasi dan Membandingkan Teori Piaget dan Vygotsky

Pengetahuan akan teori Vygotsky datang lebih belakangan ketimbang teori Piaget, sehingga teori Vygosky belum dievaluasi secara menyeluruh. Akan tetapi, teorinya sudah dianut oleh banyak guru dan berhasil diterapkan untuk pendidikan (Doolittle, 1997). (Santrock, 2004: 43-65)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LONELINESS (KESEPIAN)

A. Pengertian Kesepian Kesepian adalah perasaan terasing, tersisihkan, terpencil dari orang lain. Sering orang kesepian karena merasa berbed...